Jumat, 06 Mei 2011

Teknik Menangkal Operasi “Cuci Otak”

Setidaknya dalam seminggu terakhir publik di negeri ini dihebohkan dengan pengakuan beberapa mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta yang mengaku dicuci otak. Targetnya, menurut kabar yang beredar, mereka dipengaruhi serta diajak dalam pergerakan untuk mendirikan negara Islam Indonesia, yang lebih dikenal dengan singkatan NII. Kalangan mahasiswa itu mengaku berkenalan dengan para doktriner di beberapa tempat, antara lain di sejumlah outlet makanan cepat saji.

             Mahasiswa yang menjadi korban “cuci otak” tersebut bahkan ada yang sempat dibaiat di Jakarta. Dua orang yang dicurigai sebagai doktriner program cuci otak itu mengaku bernama Fikri alias Deni asal Cilacap dan sedang kuliah di UII Yogyakarta serta Adam alias Muhayin. Anehnya, ujung dari proses cuci otak itu, setelah para korban menjalani proses baiat diwajibkan membayar sejumlah uang yang nilainya mencapai puluhan juta rupiah. “Dalihnya untuk membiayai pergerakan kebangkitan Islam,” kata salah seorang mahasiswa yang sempat dibaiat.

Secara keilmuan dikenal adanya 4 (empat) katagori gelombang otak. Pada masing-masing gelombang otak tersebut memiliki situasi yang berbeda-beda dalam menyikapi pengaruh eksternal. Menurut seorang ahli psikologi dari Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada, Bagus Riyono kepada harian Kompas mengatakan, dalam proses mempengaruhi pikiran dapat bermakna positif, seperti dalam proses pembelajaran, bisa pula bermakna negatif, seperti yang dialami pelaku teroris. 

Lebih jauh dikemukakannya, teknik mempengaruhi pikiran dapat dilakukan dengan hipnotis, penciptaan kondisi seseorang agar mudah dipengaruhi, sugesti, maupun lewat proses pembelajaran. Untuk dapat dipengaruhi, seseorang harus dibuat tidak sadar serta tidak mampu mengendalikan diri. Proses indoktrinasi dapat dilakukan melalui ceramah, pidato, maupun pembicaraan yang memberi makna atas hal yang diyakini serta memaknai keadaan dan peran dirinya. 

Indoktrinasi membuat orang yang semula tak memiliki ikatan kuat dengan keyakinannya menjadi memiliki keteguhan luar biasa. Akibatnya, ia mau melakukan apa pun untuk menjalankan keyakinan itu, termasuk meninggalkan keluarga dan melukai orang lain. Indoktrinasi juga dapat dilakukan pada seseorang yang semula sudah memiliki keyakinan cenderung ekstrem. Untuk kelompok ini, proses indoktrinasi menjadi lebih muda dilakukan.  

Empat Gelombang
Seperti disinggung sebelumnya, pada setiap diri manusia normal memiliki 4 (empat) kondisi gelombang otak yang sama. Pertama, pola gelombang Beta, yakni kondisi selaras antara kesadaran diri dan situasi otak. Dalam keadaan yang demikian, orang bersangkutan memiliki kesadaran penuh, waspada, konsentrasi, tidak mengantuk, serta mampu mengendalikan diri. Pada keadaan yang demikian, masuknya pengaruh eksternal kepada diri seseorang merupakan “sesuatu” yang diterima secara sadar. Atau dengan kata lain, apa yang ia lakukan atau dikerjakannya merupakan keputusan sadar utuh.

Kedua, pola gelombang Alfa, adalah situasi orang yang sedang mengalami tidak sadar ringan (light trance). Pada keadaan demikian orang bersangkutan biasanya sedang dalam suasana santai, situasi relaksasi dalam proses meditasi di mana alam pikiran berada di antara sadar dan ketidaksadaran. Kondisi yang semacam itu sangat tepat untuk melakukan proses pembelajaran. Otak sangat mudah menyerap masuknya pengaruh eksternal, terlepas apakah pengaruh tersebut bernilai positif atau negatif. 

Ketiga, disebut pola gelombang Theta, yaitu situasi gelombang otak manusia yang berada pada keadaan imajinatif. Keadaan tersebut dapat terjadi tatkala manusia melakukan tindakan meditasi dan telah berada pada situasi puncak. Kesadaran inderawinya nyaris tiada, layaknya seseorang yang tengah berada dalam situasi mengantuk yang amat sangat. Tidak tidur, tapi juga tidak berada dalam posisi sadar penuh. Situasi gong lewang liwung, kata penganut meditasi Jawa. Dalam situasi yang demikian, persangkaan-persangkaan pikiran –baik positif maupun negatif– yang bersumberkan dari pengaruh eksternal, dapat memperoleh pijakan sekaligus pembenaran yang memiliki nilai untuk diyakini.

Keempat, dikenali sebagai pola gelombang Delta, merupakan situasi gelombang otak yang berada dalam keadaan tidak sadar penuh. Seperti seseorang yang merasa sangat sedih, sangat marah, sangat capek/kepayahan, atau bahkan amat sangat gembira, maka dirinya kehilangan seluruh kendali diri. Para doktriner yang bekerja untuk melakukan rekruitmen, baik untuk tujuan positif maupun negatif, biasanya akan menggiring situasi pikiran para “korban”-nya untuk berada pada jalur gelombang ini. Karena seseorang yang berada pada gelombang otak delta, pada dasarnya telah kehilangan kendali diri. Ia akan bertindak atau melakukan apa saja yang diperintahkan oleh doktrinernya. Layaknya, kerbau yang dicucuk hidung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar