Senin, 24 Januari 2011

Gayus: Agen Backstabber Para Koruptor

Andai Anda bertransaksi bisnis via internet, setelah uang ditransfer ternyata barang pesanan yang dikirim kualitasnya tidak sesuai harapan, tentu merasa sakit hati. Merasa tertipu. Rasa sakit hati itu terasa begitu dalam, meski nilai uang yang hilang barangkali tidak begitu besar. Namun, bila transaksi itu dilakukan melalui tenaga penjualan terlatih (sales), kita tidak merasa tertipu apalagi sakit hati, meski kualitas barangnya sama dan harga pembeliannya relatif lebih mahal. Mengapa?

Sebab, dalam model pertama, motivasi untuk bertransaksi terlahir “begitu saja” dari pihak pembeli, yang tertarik setelah melihat iklan promosi. Sedangkan dalam model kedua, niatan untuk bertransaksi telah “diprovokasi” sedemikian rupa oleh sales, sehingga gerakan hati yang bekerja seolah sebagai kejujuran sikap. Sikap mana tumbuh dari dalam diri dan tindakan pembelian barang itu memang suatu kebutuhan yang rasional.

Aksi sales itulah yang kini diperankan oleh Gayus HP Tambunan dalam rentetan kasusnya yang semakin menghebohkan Republik ini. Penulis melihat peran mantan pegawai Ditjen Pajak itu layaknya agen rahasia para koruptor yang bermaksud memukul balik, akibat kedudukannya yang semakin terjepit. Salah satu fungsi agen rahasia adalah menciptakan fitnah (backstabber agent). Targetnya, membangun situasi saling curiga di antara sesama penegak hukum, Mabes Polri, Kejaksaan Agung, KPK, dan tentu saja melibatkan Satgas Anti Mafia Hukum.

Lihat saja, tak hanya tokoh lintas agama yang terprovokasi, kalangan Wakil Rakyat di DPR-RI, kalangan pakar –termasuk yang mengaku-aku pakar– ramai-ramai bersaling komentar melalui berbagai media massa. Terakhir, kalangan mahasiswa dari berbagai elemen perguruan tinggi, berdemo di depan istana negara menuntut Pemerintahan SBY mundur dan Satgas Anti Mafia Hukum dibubarkan, karena dinilai tidak memberi manfaat.

Koruptor Tersenyum
Kini, tentu saja, kalangan koruptor di negeri ini tengah menikmati masa jeda untuk refreshing, setelah dirinya dan keluarganya merasa terancam. Betapa tidak, tatkala institusi penegak hukum seperti Polri dan Kejaksaan Agung terjangkiti impotensi, KPK dan Satgas Anti Mafia Hukum atas informasi masyarakat, terus berusaha membongkar kebusukan dan pembusukan hukum, yang selama ini tersembunyi rapi di negeri ini.

Antara lain, kasus napi “anak emas” Artalita Suryani, yang mendapat perlakuan istimewa tatkala menjalani masa hukumannya, dibongkar. Kasus joki narapidana di LP Bojonegoro, diinvestigasi dan hasilnya beberapa oknum Kemen Hukham, Kejaksaan, dan seorang advokat, sudah ditetapkan menjadi tersangka. Selanjutnya, pasca terbongkarnya pelesiran Gayus ke Nusa Dua Bali, Satgas Mafia Hukum juga meng-up load fotokopi dokumen berupa paspor palsu milik Gayus, melalui situs jejaring sosial. 

Tujuannya apa? Agar penegak hukum lain, seperti Polri maupun pihak Ditjen Imigrasi, termasuk Kejaksaan Agung, tak punya alasan untuk membangun kilah dan alasan. Atau, melakukan penghilangan bukti-bukti. Hasilnya, ternyata benar, semakin terbongkar perilaku korup di jajaran penegak hukum kita. Ada korupsi sistemik, yang melibatkan oknum dari berbagai institusi hukum, dan telah menjalar ke mana-mana bak sel kanker akut. 

Memang patut diakui, kekuatan para koruptor tidak dapat dianggap enteng. Terbukti, sampai saat ini atasan Gayus di Ditjen Pajak, para pengusaha pem-back up Gayus, maupun oknum-oknum petinggi Polri dan Kejaksaan Agung, yang terlibat kasus mafia pajak, masih relatif aman. Patut diyakini, para koruptor yang bersembunyi di berbagai institusi –termasuk lembaga perwakilan rakyat– saat KPK kemudian Satgas Anti Mafia Hukum terbentuk, merasa semakin tidak aman, tapi tak mungkin melakukan perlawanan terbuka. 

Satu-satunya cara untuk melakukan counter adalah dengan menciptakan “situasi batin” di kalangan masyarakat bahwa baik di KPK maupun Satgas Mafia Hukum pun sarat korupsi dan rekayasa. Maka lahirlah kasus Bibit-Chandra dengan pemeran utama Anggodo Widjojo, selanjutnya perkara Gayus ditampilkan sebagai martir, untuk menunjuk hidung siapa-siapa oknum baik di KPK dan Satgas Mafia Hukum yang berbau busuk.

Terjadilah kasus yang melibatkan dua pimpinan KPK, yang sempat dinonaktifkan karena telah ditetapkan menjadi tersangka oleh Mabes Polri. Keduanya diduga terlibat kasus suap dalam perkara Anggoro Widjojo –adik Anggodo Wudjojo– yang kini bersembunyi di Singapura. Menurut pernyataan Jaksa Agung Basrief Arief, SK Pengesampingan Perkara atau deponeering atas perkara kedua pimpinan KPK itu, Senin (24/1) sudah ditandatangani. Sudah selesaikah perlawanan para koruptor? Belum!

Saat ini, Gayus adalah backstabber agent yang terbukti bekerja efektif. Semua perangkat dan sistem Pemerintahan di negeri ini, baik eksekutif maupun legislatif, ditambah hiruk pikuk pendapat kalangan pakar politik, pers plus pakar komunikasi, LSM, dan mahasiswa, telah saling serang. Chaos! Social prejudice, mulai menggejala di mana-mana. Dan, di sana, di tempat tersembunyi, para koruptor tertawa-tawa. Gayus pun di ruang sel tahanannya, tersenyum mendengar berita-berita media massa hari ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar