Senin, 12 April 2010

Mengukur Dukungan Terhadap Susno

Provost Mabes Polri tangkap mantan Kabagreskrim Susno Duadji –selanjutnya disebutn SD– di Bandara Sukarno-Hatta, Jakarta. Seketika setelah penangkapan itu, beberapa anggota DPR, anggota Kompolnas (Komisi Kepolisian Nasional), dan beberapa pengamat politik mereaksi tindakan konyol kepolisian itu. Empat jam usai diperiksa, SD pun dibebaskan kembali. Loh, koq?


Tampaknya kepolisian tengah mengukur dukungan publik terhadap SD. Andai, usai penangkapan itu masyarakat tak begitu menggubris, men-cueki saja, bisa jadi SD bakal ditahan. Sebab paparannya di depan Komisi III DPR-RI beberapa waktu lalu, tak hanya memerahkan telinga jajaran petinggi kepolisian, tapi sekaligus memporakporandakan citra Polri yang telah susah payah dibangun. Ibarat pepatah, sudah jatuh, tertimpa tangga.

Publik sangat paham, kala kasus dua pimpinan KPK, Bibit-Chandra diusut Mabes Polri, SD menjadi sasaran protes para pengunjuk rasa. Bahkan seolah menjadi bintang utama dalam kemelut “pertarungan” antara Mabes Polri versus KPK itu. Beberapa kali SD diunjuk rasa agar segera dimundurkan dari jabatannya sebagai Kabagresrkim Mabes Polri. Dan, tuntutan itu pun akhirnya dikabulkan!

Bintang Utama
Kini SD menjadi bintang utama kembali tatkala membongkar praktik mafia hukum di institusinya itu, yang menyeret pula institusi Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung, termasuk Komisi Yudisial dan lembaga advokat. Gayus Tambunan, sebagai tokoh sentral dalam praktik mafia hukum dan perpajakan itu sempat diputus bebas, akibat tindakan tidak profesional jajaran penyidik Mabes Polri dan penuntut umum pada Kejaksaan Agung.

Lagi dan lagi potret penegakan hukum di Republik ini coreng-moreng, akibat sifat greedy dari para pejabatnya. Uang miliaran rupiah ditransfer ke sana ke mari di antara petinggi hukum, Ternyata tak hanya politisi yang terlibat korupsi dan penyelewengan, tapi nyaris di seluruh jajaran dan lini jabatan yang memiliki wewenang atas nama kekuasaan, menjadi ajang bagi-bagi uang haram. Sementara rakyat kecil dan miskin, dipaksa untuk tunduk patuh pada hukum tanpa kompromi, seolah para penegak hukum itu adalah malaikat untuk mewakili eksistensi Tuhan.

Terhadap masyarakat kecil dan miskin itu, selalu dipahamkan bahwa hukum itu harus ditegakkan secara adil dan tak diskriminasi. Hukum ditegakkan untuk menjaga ketertiban dan ketentraman umum, dan dijalankan oleh pejabat negara yang dianggap sudah mumpuni dan kapabel. Sebab itu masyarakat dilarang, bahkan bisa dihukum, jika melakukan tindak main hakim sendiri (eigen richting). Tapi kalau aparat yang penegak hukum yang melakukannya???

Kini, bola panas telah menggelinding dan akan terus menyingkap tabir kebejatan sebagian besar pejabat di negeri ini. Terakhir PPATK mengungkapkan, masih ada rekening mencurigakan milik beberapa pejabat tinggi setingkat menteri dan direktorat jenderal, serta beberapa politisi di DPR yang terpantau. Memang belum diungkapkan siapa identitasnya. Tapi sebagai bagian dari warga bangsa ini Penulis berharap “bersih-bersih” yang tengah digarap negeri ini terus berjalan secara konsisten, serta tetap mengacu pada aturan hukum. Semoga***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar