Jumat, 22 Januari 2010

Cybercrime, Bobol Rp 0,5 Trilyun # 1

Indonesia terguncang. Enam bank –milik pemerintah dan swasta– melapor ke Bareskrim Mabes Polri, setelah puluhan nasabahnya merasa kebobolan. Tingkat kerugiannya tak tanggung-tanggung, sekitar setengah trilyun rupiah. Terutama nasabah yang berada maupun baru melakukan transaksi di pulau wisata Bali. Kontan, bak terjadi bom Bali jilid 3, kepolisian daerah setempat dibantu dari pusat segera melakukan pelacakan serta memanggil beberapa saksi untuk dimintai keterangan.



Peristiwa itu merupakan persoalan hukum baru, seolah ingin menguji keampuhan UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) yang relatif baru diundangkan. Sayangnya pihak kepolisian terlalu menyederhanakan persoalan, bahwa kejahatan tersebut hanya dilakukan melalui alat yang disebut Skimmer untuk melakukan kloning kartu ATM dan pencurian nomor PIN via CCTV. Padahal kejahatan siber, dapat dilakukan melalui berbagai cara, dan sudah banyak dilakukan oleh kalangan hacker nakal diberbagai belahan dunia.

Untuk mempercepat bahasan, dalam tulisan ini Penulis merasa tidak perlu lagi membahas tentang pengertian kejahatan siber. Sebab mengutip pendapat pakar hukum pidana J.E. Sahetapy, jalan paling aman untuk mengkaji permasalahan kejahatan dapat ditempuh dengan menghindari diskusi tentang berbagai teori yang masing-masing mempunyai pangkal tolak atau outlook-nya serta asumsi yang implikatif sendiri-sendiri.

Pada dasarnya kejahatan siber dalam dikatagorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Mengacu pada putusan Hoge Raad, 31 Januari 1919, perbuatan melawan hukum adalah segala perbuatan yang dilakukan menusia yang dapat dianggap:
a. Melanggar hak orang lain, atau;
b. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat, atau;
c. Bertentangan dengan kesusilaan yang baik, atau;
d. Bertentangan dengan kepatutan yang terdapat dalam masyarakat terhadap diri atau barang orang lain;

Sedangkan menurut Rachmat Setiawan, S.H., dalam bukunya berjudul Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum menyatakan, perbuatan melawan hukum adalah tindakan melanggar hak subyektif orang lain, yang menurut Yurisprudensi ialah hak-hak pribadi seperti hak atas kebebasan, nama baik, kehormatan, serta hak-hak atas harta kekayaan.

Suatu perbuatan dianggap telah melanggar hak orang lain bilamana perbuatan itu telah menyebabkan terluka bahkan kematian atas diri orang lain yang menjadi korban. Atau, perbuatan tersebut menyebabkan kerugian atas harta benda orang lain, baik hilang maupun menjadi rusak bahkan musnah, hingga tidak dapat digunakan lagi. Demikian pula perbuatan seperti membuat orang lain tidak aman, atau orang lain merasa namanya sendiri, namanya orang tua, bahkan namanya orang yang ditokohkannya dianggap atau dapat dianggap tercemar, adalah termasuk perbuatan melawan hukum.

Suatu perbuatan juga dianggap sebagai perbuatan melawan hukum, karena perbuatan yang dilakukan oleh si petindak bertentangan dengan kewajiban hukumnya. Contohnya, tindakan seorang pegawai bank yang membiarkan nasabahnya melakukan tindakan-tindakan, hingga menyebabkan kerugian orang lain. Sedangkan perbuatan lain yang dapat dihukum, oleh sebab perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan maupun nilai kepatutan yang baik, antara lain seperti pelecehan seksual, termasuk pula penyebarluasan gambar-gambar porno.

Kejahatan Siber
Dalam kejahatan siber, seorang hacker dapat melakukan segala perbuatan melawan hukum sebagaimana yang dipaparkan di atas melalui media komputer. Dengan kemampuannya seorang hacker dapat melakukan akses terhadap sistem komputer tanpa seizin atau dengan cara melawan hukum menembus sistem keamanan pemrograman komputer, yang dalam masyarakat “dunia maya” dikenal dengan sebutan hacking. Dalam aktivitas hacking ini di Amerika Serikat dikenal adanya 2 (dua) macam kelompok atau golongan, yakni white hat hackesr (hacker topi putih) yang tidak melakukan kejahatan. Dan, black hat hackers (hacker topi hitam), yang suka melakukan kejahatan, yang kemudian dikenal dengan sebutan cracker atau bogus hacker.

Ternyata, akibat dari tindakan hacking ini, telah merugikan orang lain. Oleh karena kejahatan siber, antara lain dapat menghilangkan harta kekayaan atau benda orang lain, rusaknya barang, atau tidak dapat bekerjanya suatu sistem pemrograman komputer. Di bawah ini dipaparkan beberapa kejahatan siber yang pernah terjadi di Indonesia –yang dikutip dari buku berjudul Cybercrime, Penulis Agus Raharjo (2002)-, sebagai berikut :
1. Pada tahun 1997, ketika masalah Timor-Timur memanas, situs milik Departemen Luar Negeri dan ABRI dijebol oleh cracker Porto (Portugis) yang pro kemerdekaan. Desain beranda atau frontpage kedua situs tersebut diganti semua. Dalam aksi yang disebut Timor Campaign dengan kata-kata anti integrasi dan anti ABRI. Dan, pada tahun yang sama, situs milik LIPI, Universitas Airlangga, dan milik harian Media Indonesia juga kena imbas cracker Porto tersebut. Aksi itu pada 1999 mendapatkan serangan balasan dan dihancurkan secara serempak dari seluruh penjuru dunia. Akibat, Toxin, pangkalan Timor Timur di internet milik kelompok antiintegrasi porak-poranda. Yang menghebohkan dalam serangan balik itu, Connect Ireland, salah satu perusahaan server di Irlandia sebagai penyedia server untuk situs yang berada di bawah East Timorese Project, juga mengalami kerusakan.
2. Pada pertengahan 1988, situs milik Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LDII-LIPI) di-hack oleh orang tidak dikenal. Halaman depan atau frontpage diganti dengan gambar wanita telanjang.
3. Pada tahun 1998, setelah kerusuhan Mei, cracker yang diduga berasal dari Cina yang menyebut dirinya Discover, menghantam situs milik BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Indonesia).
4. Pada Juni 1999, cracker lokal menyerang homepage milik Polri, dengan mengganti gambar wanita telanjang. Gambar itu kemudian diganti lagi dengan gambar yang mirip dengan logo atau gambar PDI-P.
5. Pada Januari 2000. beberapa situs di Indonesia, seperti Bursa Efek Jakarta (BEJ), Bank Central Asia, dan Indosatnet, diserang oleh cracker yang menamakan dirinya Fabianclone dan Naisenodni.
6. Pada 11 Januari 2000, Penerbit Mizan diserang oleh cracker yang menamakan dirinya sebagai Hotmilk@www.com. Akibat serangan itu setiap orang membuka situs Mizan tidak mendapatkan tampilan yang seharusnya, tapi akan menjumpai pesan yang disampaikan cracker dalam bahasa Inggris.
7. Pada September dan Oktober 2000, seorang cracker yang berjuluk Fabian Clone berhasil menjebol situs milik Bank Bali, setelah sebelumnya membobol situs milik Bank Lippo.
8. Pada pertengahan Januari 2001, situs milik PT. Ajinomoto Indonesia diserang cracker, sebagai reaksi atas penggunaan enzim porcine yang digunakan sebagai katalis dalam proses pembuatan monosodium glutamate yang mengandung lemak babi. Akibat ulah cracker itu, ketika situs PT. Ajinomoto dibuka yang muncul adalah gambar seekor babi yang tengah tersenyum, dengan pesan menggunakan huruf Jawa tapi berbunyi “Ajinomoto You Lied ti Us”. Cracker mengaku bernama boyon dengan alamat e-mail boyon@crackermail.com.
9. Pada April 2001, situs milik Departemen Agama dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan dirusak cracker, serta file-file penting dan log filenya dihapus, sehingga administrator sistemnya tidak bisa mendeteksi siapa yang melakukannya karena tidak meninggalkan jejak.
10. Pada 8 Mei 2001, situs resmi Polri sekali lagi dibobol oleh cracker yang menamakan dirinya dari Kesatuan Aksi cracker Muslimin Indonesia, yang merupakan reaksi atas ditangkapnya pimpinan dari Pasukan Komando Jihad.
11. Pada 25 Mei 2001, situs Riset Unggulan Terpadu (RUT) yang dikelola LIPI juga di- hack seseorang yang mengakibatkan layanan situs RUT macet total untuk beberapa saat karena data-data yang tersedia di situs beserta log file dan aplikasinya dihapus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar