Senin, 07 Desember 2009

Andai Saya Presiden SBY

Sudah menjadi hakikat alamiah, setiap “sesuatu” selalu memiliki 2 (dua) sisi, wujud, dan pandangan. Sebut saja, atas-bawah, kiri-kanan, naik-turun, siang-malam, pria-wanita, obyektif-subyektif, benar-salah, hak-kewajiban, panas-dingin, dan masih banyak lagi. Tentunya dalam hal ini termasuk isu miring yang menimpa Presiden SBY, keluarga, Tim Pemenangannya, serta Partai Demokrat, berkait dengan kasus Eks Bank Century, bila pada satu sisi dianggap sebagai fitnah, pada sisi lain tentu ada hikmahnya.



Fitnah, di dalam Al Quran dibahas dalam Surat Al Baqarah ayat (191 dan 217) dan Surat Al Buruj ayat (10). Dinyatakan bahwa firnah merupakan perbuatan yang kejam. Bahkan lebih kejam daripada pembunuhan. Mengapa? Sebab dampak psikologis maupun sosiologisnya lebih luas dibandingkan aktivitas pembunuhan. Sebab itulah Allah Swt, dalam firmannya mengancam pembuat fitnah dengan pernyataan: “Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahanam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar.”

“Orang yang mendatangan cobaan” dalam firman dimaksud, oleh kalangan mufasirrin (ahli tafsir) dimaknai sebagai segala wujud perbuatan kedloliman terhadap manusia lain. Memfitnah adalah salah satu bentuk perbuatan dlolim. Fitnah sendiri adalah perbuatan manusia yang menuduh manusia lain telah melakukan perbuatan kedloliman, padahal perbuatan itu tidak pernah terjadi atau tidak pernah dilakukan.

Sedangkan Rasulullah Muhammad Saw, dalam Hadistnya yang diriwayatkan Abu Dzar Al Ghiffari r.a. bersabda: “Barangsiapa menyiarkan terhadap orang mukmin suatu perkataan untuk mempermalukannya dengan tidak sebenarnya, maka ia akan dipermalukan pula oleh Allah Swt dalam neraka pada hari kiamat”.

Andai saya Presiden SBY, untuk menanggapi –kalau benar isu miring itu merupakan suatu fitnah–, adalah dengan membiarkannya. Membiarkannya di sini dalam arti tetap membuka lebar-lebar perangkat pembuktian yang tengah bekerja, seperti BPK, PPATK, KPK, Kepolisian, Kejagung dan Pansus Angket DPR-RI mengenai aliran dana talangan Eks Bank Century. Tentu saja, saya tidak peduli dengan pernyataan-pernyataan LSM Bendera, teriakan-teriakan pengunjuk rasa anti korupsi –baik saat ini maupun nanti pada 9 Desember– bila menuduh saya, Tim Sukses saya, maupun terhadap Partai Demokrat.

Yang penting sebagai warga negara –meski saya Presiden– bersama-sama orang-orang yang merasa difitnah dalam kaitan dana talangan kepada Eks Bank Century, telah melaporkan kepada pihak berwajib. Saya tinggal menunggu proses penegakan hukum bekerja, seperti yang saya lakukan ketika salah seorang Wakil Ketua DPR-RI pada periode lalu telah dijatuhi hukuman karena terbukti memfitnah. Saya menganggap tindakan fitnah itu merupakan “vitamin” yang mendewasakan saya dan partai saya.

Iklan Gratis
Andai saya Presiden SBY, fitnah yang menimpa diri saya itu merupakan iklan gratis bagi Partai Demokrat, termasuk diri saya bersama-sama orang-orang lain yang difitnah. Untuk itu, saya akan bertindak total. Terbuka. Dan, mendukung siapa saja yang bermaksud membongkar aliran dana talangan Eks Bank Century secara transparan serta terbuka bagi siapa saja. Saya tidak peduli dan akan menghukum siapa pun –kalau benar dalam aliran dana talangan Eks Bank Century– terdapat kejahatan, baik keluarga atau bukan keluarga sesuai hukum.

Andai saya Presiden SBY, meyakini berpikir dan bertindak tegas merupakan keniscayaan yang harus dilakukan. Sama seperti ketika terjadi penyimpangan penggunaan dana yayasan Bank Indonesia untuk kepentingan yang tidak benar. Sebagai Presiden, saya bahkan mempersilakan hukum tetap ditegakkan, meski hal itu menyangkut besan (baca: orang tua menantu) saya. Demi eksistensi negara hukum, hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu (equality before the law).

Andai saya Presiden SBY, sebagai muslim, saya akan selalu berdoa: Waqulja al haqqu wajhaqqol bathil, innal bathila kaana yahuqqo (Dan, jika telah datang kebenaran, hancurlah kebatilan, sebab kebatilan itu pasti akan hancur). Menurut saya, itu adalah doa paling netral. Karena dalam doa itu terkandung laknat Allah Swt terhadap siapa saja. Terhadap siapa pun yang berbuat kedloliman/kebatilan –baik saya, keluarga saya, orang-orang dalam Tim Pemenangan saya, maupun orang lain yang berbuat aniaya dan fitnah– bakal hancur atas ijin Allah Swt.

Andai saya Presiden SBY, saya akan mengingat nasihat Epictetus, bahwa alam telah memberikan manusia satu lidah, tetapi dua telinga. Maksudnya, agar kita dapat mendengar dari orang lain dua kali lebih banyak daripada yang kita ucapkan.

Kemudian saya ingat-ingat pula nasihat Al Hasan Al Bashar, barangsiapa banyak perkataannya, niscaya banyak bohongnya. Serta perkataan Umar bin Abdul Aziz ketika menasihati dirinya sendiri, sesungguhnya aku mencegah dari banyak berkata, karena takut membanggakan diri (Immun El Blitary, Menyadur Ihya ‘Ulumiddin mengenai Pandangan Al Ghazali Tentang Bahaya Lidah, tanpa tahun)

Andai saya Presiden SBY, saya meyakini diakhir drama kehidupan ini, bila kemudian ternyata fitnah-fitnah itu tidak terbukti, pada saat bersamaan Allah Swt bakal melimpahkan kemuliaan yang luar biasa kepada saya, keluarga saya, beserta orang-orang dalam Tim Pemenangan saya yang telah menjadi korban fitnah itu. Bahkan Partai Demokrat pun memperoleh hikmah dan ketinggian derajat. Dan, pada saat itu pula Allah Swt, sesuai janjinya, akan mempermalukan orang-orang yang membuat fitnah.

Kekuasaan dan Kehinaan
Pada dasarnya kekuasaan dan kehinaan adalah milik Allah Swt semata. Para ulama salaf senantiasa meyakini dan selalu berdoa sebagaimana telah diajarkan Allah Swt: Allahumma malikal mulk. Tuktilmulka mantasya’, watandziu’ mulka mimantasya, wa tuizzuman mantasya’, wa tudzilu mantasya’, biyadzikal khoir. Innaka ala kullu syaiinqodir. (Ya Allah, sesungguhnya Engkaulah pemilik kekuasaan. Engkau berikan kekuasaan kepada manusia yang Engkau kehendaki, dan Engkau ambil kekuasaan itu dari manusia yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan manusia yang Engkau kehendaki, dan Engkau hinakan manusia yang Engkau kehendaki. Engkaulah pemilik segala kebaikan. Sesungguhnya Engkau berkuasa berbuat segala sesuatu yang Engkau kehendaki).

Andai saya Presiden SBY, maka saya tidak perlu mengkhawatirkan kekuasaan saya sebagai Presiden. Kekuasaan dan kemuliaan itu berada di tangan Allah Swt. Tapi sebagai hamba, saya akan berikhtiar sesuai harkat dan martabat warga negara Indonesia yang berkedudukan sama di depan hukum. Saya meyakini, itulah jihad! Itulah sabilillah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar